Minggu, 01 Mei 2011

H.O.S. TJOKRO AMINOTO : Bapak Buruh Indonesia

H.O.S Tjokroaminoto dan karyanya.

Nama aslinya adalah Oemar Said Tjokroaminto yang lahir dari kalangan priyayi Ponorogo pada tahun 1882. Tjokroaminoto menamatkan OSVIA Magelang pada tahun 1900, kemudian menjadi Pangreh Praja.


Tjokroaminoto menentang praktek sembah-jongkok yang dipandang sebagai suatu yang feodal. Pada tahun 1907, Tjokroaminot keluar sebagai Pangreh Praja.

Tjokroaminot kemudian pindah ke Surabaya. Di Surabaya, Tjokroaminoto belajar di Sekolah Malam Teknsi. Berbekal pelajaran teknisi yang dipelajari di Sekolah Malam, kemudian Tjokroaminot menjadi teknisi di Pabrik Gula Rogojampi.

Pengalaman sebagai teknisi di Pabrik Gula Rogojampi, Tjokroaminoto bersentuhan dengan dunia perburuhan.

Saat berdirinya Sarekat Islam (SI), Tjokroaminoto kemudian tatkala memimpin Pergerakan di Surabaya. Selanjutnya untuk mencukupi kehidupannya, Tjokroaminoto membuka usaha dengan nama Setia Oesaha.

Perkembangan pemikiran Tjokroaminoto dibagi dua fase, yaitu: "Tjokro Muda" dan "Tjokro Tua". Titik peralihan perubahan pemikiran  Tjokro Muda ke Tjokro Tua pada tahun 1922, saat usia Tjokroaminoto menginjak 40 tahun.


Pada masa Tjokro Muda melihat pandangan Tjoaminoto  bahwa dia menjadi Islam sebagai Alat. Pidatonnya disebuah vargedering di Semarang, Tjokro bercerita tentang maksud pendirian SI sebagai sebuah perkumpulan yang dipertalikan agama.   

"Dengan alasan agama itu, kita akan berdaya upaya menjunjung martabat kita kaum bumi putera dengan jalan yang syah.  Menurut dalil dari kitab (kita lupa dalilnya dan namanya kitab tadi, red), orang pun mesti menurut pada pemerintahan rajanya. Siapakah sekarang yang memerintahkan pada kita, bumi putra? Ya, itulah kerajaan Belanda, oleh sebab itu menurut  syara agama islam juga, kita harus menurut kerajaan Belanda. Kita mesti menepi dengan baik-baik dan setia wet wet dan pengaturan belanda yang diadakan buat kerajaan belanda“

Tjokroaminoto dengan nada lantang mengatakan “ lantaran diantara bangsa kita banyaklah kaum yang memperhatikan  kepentingannya sendiri dengan menindas pada kaum yang bodoh. Maka kesatriaan kaum yang begitu sudah jadi hilang dan kesatriaannya sudah berbalik jadi penjilat pantat”

Untuk memajukan kaum bumi putera, Tjokro memberi gambaran dengan menuturkan cerita Subali dan Sugriwa yang mencari Cupu Manik Astragino.  Dalam cerita tersebut, digambarkan mengenai Subali dan Sugriwa yang siap mati untuk mendapatkan senjata itu. 

Gambaran ini memperlihat Tjokroaminoto menggabungkan pendekatan “world view” masyarakat Jawa dengan ajaran Islam. Cupu diartikan sebagai adalah lambang kemajuan, sedang Subali dan Sugriwa adalah merujuk kepada kaum bumi putera yang sedang mengejar kemajuan, yang bersedia mengorbankan diri demi sebuah cita-cita.   

Tatkala berpidato tentang Islam ditujukan bagi symbol persatuan nasional.  Tjokro misalnya berpendapat bahwa solidaritas bumi putra dibangun atas nama Islam. Dan orang-orang diberitahu bahwa semua anggota SI bersaudara, terlepas dari umur, pangkat dan status. 

Pada Kongres CSI 1917 di Batavia, melihat tantangan radikalisme dari Semaun. Tjokro bahkan dengan berani mengatakan:

Yang kita inginkan adalah: sama rasa, terlepas dari perbedaan agama. CSI ingin mengangkat persamaan semua ras di Hindia sedemikian rupa sehingga mencapai (tahap) pemerintahan sendiri. CSI menentang kapitalisme. CSI tidak akan mentolerir dominasi manusia terhadap manusia lainnya. CSI akan bekerjasama dengan saja yang mau bekerja untuk kepentingan ini."

Ada dua hal yang memicu perubahan pemikiran Tjokroaminoto saat mencapai fase Tjokro Tua pad tahun 1922. Pertama, sejak Agustus 1921 hingga April 1922, Tjokro berada dalam penjara. Keadaan ini, tentu saja dilihat Tjokro sebagai suatu proses simbolik untuk melakukan refleksi. 

Kedua, Setelah keluar dari penjara, ia berusaha untuk kembali ke CSI dan menarik pengikut dari kaum buruh. Hal ini semakin menguatkan perspektif Tjokro bahwa untuk membangun nasionalisme dalam arti yang luas, tidak dapat dibangun dari sesuatu yang general. Nasionalisme harus dibangun atas dasar kesamaan, dan untuk itu diperlukan unsur pembeda guna membersihkannya dari unsur lain. Tjokro percaya hal itu adalah Islam. 

Pemahaman “baru” Tjokro mengenai Islam, secara substansial tampak dalam brosur “Sosialisme Di Dalam Islam”. Brosur ini, selain sebagai hasil kerja pikiran Tjokro, juga sebuah pembentukan opini dan upaya untuk menarik mereka yang sudah teracuni komunis untuk kembali kepada SI.  

Brosur tersebut berisikan beberapa hal pokok, yaitu perikemanusiaan sebagai dasar bangunan Islam, perdamaian, sosialisme dan persaudaraan. Islam sama dengan sosialisme karena tiga hal, yaitu unsur kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan. Dari segi isi, kelihatannya Tjokroaminoto sudah ingin memberi batasan antara Sosialisme Islam dan komunisme. Karena sosialisme Islam, menyandarkan kekuatannya kepada Allah. 

Selanjutnya sebagai bukti kecenderungan pemahaman Islam sebagai sebuah ideology, juga diarahkan secara politik. Sejak 1922 hingga 1924, Tjokro bahkan aktif menjadi pemimpin dari kongres Al-Islam yang disponsori kaum modernis (diantaranya Agus Salim dan tokoh-tokoh Muhammadiyah dan Al-Irsyad).(ysh-salamnewsletter).

1 komentar:

  1. Pabrik Gula Rogojampi itu di mana?? Jika Rogojampi yang dimaksud masuk wilayah Kabupaten Banyuwangi, saya kok sangsi... Banyuwangi tidak pernah ada Pabrik Gula ...

    BalasHapus